Jumat, 05 September 2008

BERUBAH DEMI KEBAHAGIAAN

Setelah sekian lama menunggu dalam rasa penasaran yang luar biasa akan kemunculan kembali da’i favorit saya, AA Gym, akhirnya waktu istimewa itu pun datang juga. Beliau muncul di layar kaca telivisi, di acara Kick Andy (yang juga acara TV favorit saya) beberapa waktu lalu. Penampilannya tetap seperti dulu. Sebelum drama (image) kehidupan pribadinnya ‘diporak-porandakan’ oleh hampir semua program infotainment yang menjamur di televisi kita. Tak ada rasa malu. Pun tak kagok. Kedewasaan dan kematangan beliau sungguh layak diacungi jempol.

Dia memilih jalan hidup yang menurut sebagian orang tidak populer untuk tokoh sepopuler beliau. Dan inilah ‘konferensi pers’-nya yang pertama semenjak diberitakan mengambil istri kedua. Sebab, pengaruh media, perbuatannya itu pun langsung membawa banyak efek terhadap diri dan lingkungan disekitar kehidupannya.

Angka penjualan produk-produk yang bernaung di bawah label MQ Corp. menurun drastis. MQ tv juga lagsung merasakan efek tersebut. Jumlah orang yang berziarah ke pesantrennya juga menurun. Singkat kata, secara materi, beliau rugi banyak. Personal branding turun drastis. Lantas apa yang beliau katakan? Lebih kurang seperti ini:

“Saya besyukur mengalami ini. Ini pelajaran dari Tuhan. Sebab dulu semuanya sangat terpusat pada saya. Jadinya pengelolaannya juga tidak profesional. Dengan adanya ini, semua orang dituntut bekerja profesional. Jadi meskipun saya tidak ada, usaha masih bisa jalan sendiri, karena profesional. Saya pernah merasakan hidup seperti mesin. Dari pagi sampai pagi terus bekerja. Saya bahkan harus naik helikopter untuk bisa cepat sampai ke tempat tujuan. Tapi saya tidak merasakan kebahagiaan. Sekarang saya sangat bahagia. Karena tiap saat saya bisa ada di tengah-tengah keluarga. Mendidik anak-anak saya sendiri. Melihat anak-anak saya bertumbuh. Sesuatu yang tak pernah saya alami sebelumnya. Ini sungguh anugerah yang luar biasa dari Tuhan. Banyak orang yang berpikir dengan tenar kita bisa bahagia, atau kekayaan dapat membuat kita bahagia. Saya tidak merasakannya sama sekali. Justru sekarang ini saya baru merasakan kebahagian, menikmati hidup.”

***

Tengok pula kisah Andy F Noya yang memilih mundur dari puncak karier dan kejayaannya sebagai Pimred Media Indonesia dan Metro TV. Padahal untuk mencapai itu, dia memulainya dari nol. Dari belum apa-apa. Dia bertanya, apa sebenarnya yang membuat orang bahagia dari kehidupan yang sangat singkat ini?

Inspirasinya adalah kisah mengenai dua kurcaci dalam buku Who Move My Cheese. Kedua kurcaci hidup nyaman dalam sebuah labirin yang penuh dengan keju. Mereka bisa menghabiskan keju sebanyak yang mereka inginkan. Akan tetapi terdapat perbedaan mindset antara kedua kurcaci ini. Kurcaci pertama berpikir suatu saat di masa mendatang, keju dihadapannya akan habis. Karenanya setiap hari dia mempersiapkan dirinya, menjaga staminanya, hingga saat itu datang, ia bersiap untuk mencari tempat baru untuk hidup. Sementara kurcaci kedua berpikir hingga kiamat pun keju di tempat itu tidak akan pernah habis. Sehingga dia tidak melakukan apa-apa selain menikmati kenyamanannya di tempat itu. Hari demi hari pun berlalu.

Suatu waktu, akhirnya, keju ditempat itu pun habis. Kurcaci pertama mengajak temannya untuk mencari tempat baru. Tetapi kurcaci kedua tidak mau, dan sangat yakin kalau keju di labirin tersebut hanya diambil oleh seseorang, dan saatnya nanti pasti akan dikembalikan. Jadi, kurcaci kedua hanya menunggu dan terus menunggu sambil menahan kelaparan. Sementara kurcaci pertama sudah bertualang dan menemukan labirin keju yang baru. Kurcaci kedua pun akhirnya mati kelaparan, sementara kurcaci pertama tetap bisa hidup nyaman di labirin keju yang baru.

***

Pesannya jelas, menurut Andy, kita tidak boleh merasa nyaman pada suatu posisi dan lupa untuk berubah dan mencari tantangan baru yang lebih besar. Jika merasa nyaman dan tidak mau berubah, kita akan mati digilas waktu.

Hal serupa juga dikatakan oleh penulis buku favorit saya, Rhenald kasali, dalam buku CHANGE-nya. Beliau mengatakan bahwa saat yang tepat untuk orang/perusahaan melakukan perubahan atau inovasi adalah saat ia dalam kondisi puncak. Sehingga ia tetap menjadi yang terdepan. Jika ia nyaman dengan keadaannya, dan terlena sehingga tidak berinovasi, suatu saat akan digilas oleh pesaing-pesaingnya yang selalu berinovasi.

Ada banyak sekali orang yang tidak bahagia dengan kehidupannya, pekerjaannya. Tetapi tetap menjalaninya. Sebut saja alasan pragmatis. Mereka tidak siap untuk masuk dalam “zona tak nyaman” (discomfort zone) pascaperubahan. Padahal hampir tak ada perubahan yang langsung mengantar orang pada zona nyaman (comfort zone). Semakin sering berubah/ berinovasi, semakin cepat pula kita beralih dari zona tak nyaman ke zona nyaman yang baru.

Ada banyak sekali buku yang berbicara tentang manjemen perubahan, baik yang lebih concern pada telaah teoretiknya, mau pun yang menelaah berdasarkan pengalaman orang-orang yang menangani perubahan. Juga kombinasi keduanya. Namun satu hal yang pasti, diperlukan kepecayaan yang sangat besar terhadap kemampuan diri dalam menghadapi perubahan.

Tidak semua orang suka dengan perubahan. Karenanya, perubahan itu menjadi pilihan tiap orang. Diambil untuk orang yang selalu ingin maju. Disia-siakan oleh orang-orang yang terlanjur nyaman dengan keadaan saat ini. Sekali lagi, waktulah yang akan menjawabnya.

Semoga kita bisa selalu berubah dan sukses dengan perubahan itu. Sebab, seperti kata pepatah lama, “Tak ada gading yang tak retak”. Selamat berusaha membuat gading anda tetap utuh dan makin bersinar serta makin tak ternilai harga (kebahagiaan)-nya.


(Bogor, 5/09/2008)